tentang penyebutan ustadz dukun, ustadz entertainment dan sejenisnya. Ustadz, pengertian harfiahnya secara etimologi atau kebahasaan adalah guru (teacher) atau jika ingin lebih tepatnya lagi ia tidak sekedar mengajar tapi juga pendidik (educator). Bentuk jamak dari istilah ustadz adalah Asatidz. | Istilah ini wajarnya disandang oleh orang yang berkecimpung dalam akademik dan memiliki keilmuan serta pengetahuan luas yang dengannya ia mengajar orang lain.
Yang harus dipahami juga bahwa istilah Ustadz mencakup
posisi Mudarris (pengajar, orang yang menyampaikan ajaran dihadapan orang
lain). Ustadz juga mencakup posisi Mu’allim (orang yang mentransformasikan
ilmu, membuat orang yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, tentunya ustadz
sendiri adalah orang yang alim alias berilmu). Ustadz juga berposisi Muaddib
atau Musyrif (orang yang mengajar etika dan moral) sehingga orang yang tadinya
tidak berakhlak menjadi syarif (berakhlak mulia).
Ustadz juga memiliki posisi selaku Murabbi, yaitu guru yang memaintenance, guru yang melakukan perawatan secara berkala terhadap ilmu-ilmu pengetahuan termasuk ilmu adab dan akhlak yang ia sampaikan pada orang tertentu maupun dalam ruang lingkup luas pada banyak orang melalui berbagai jalan (mulai dari tulisan, tingkah laku maupun lisan) sehingga jadilah pula ustadz menempati posisi Mursyid. Jadi kesimpulannya, gelar Ustadz itu komposisi penyusunnya sangat kompleks. Oleh sebab itu di timur tengah (khususnya di era modern ini), gelar ustadz diposisikan setara dengan gelar Professor alias guru besar, yaitu gurunya guru.
Ustadz juga memiliki posisi selaku Murabbi, yaitu guru yang memaintenance, guru yang melakukan perawatan secara berkala terhadap ilmu-ilmu pengetahuan termasuk ilmu adab dan akhlak yang ia sampaikan pada orang tertentu maupun dalam ruang lingkup luas pada banyak orang melalui berbagai jalan (mulai dari tulisan, tingkah laku maupun lisan) sehingga jadilah pula ustadz menempati posisi Mursyid. Jadi kesimpulannya, gelar Ustadz itu komposisi penyusunnya sangat kompleks. Oleh sebab itu di timur tengah (khususnya di era modern ini), gelar ustadz diposisikan setara dengan gelar Professor alias guru besar, yaitu gurunya guru.
Nah, sekarang kembali kepada fenomena di Indonesia, tinggal
pasangkan istilah ustadz ini pada orang-orang yang populer ditengah kita dan
mendapat penyematan gelar ustadz dari masyarakat. Jika ia sudah masuk dalam
tataran Mudarris, Mu’allim, Muaddib, Murabbi atau Mursyid maka insyaAllah benar
ia seorang ustadz. Meskipun mungkin secara jenjang akademik formal, ia tidak
harus selalu memiliki keabsahan identitas secara tertulis. Apalagi bila
sebaliknya.
Namun bila tingkah laku maupun pengajarannya justru tidak
sesuai dengan kriteria-kriteria diatas ini maka boleh jadi ke-ustadz-annya itu
cuma gelar dari masyarakat awam saja sebagai bentuk takzim atau hormat pada
orang ybs (dan boleh jadi tergiring pula oleh kejahilan (kebodohan) atau
tradisi dan kultur yang berlaku disekitarnya –termasuk pengaruh media). Jikapun kriteria ustadz belum semuanya
terpenuhi komposisinya pada seseorang tertentu, kita dapat saja sementara
menyebutnya sebagai: Dai (pendakwah), muballigh (penyampai risalah), khatib
(orator).
Satu lagi pastinya syarat untuk kriteria penyebutan Ustadz
sebagai orang alim (berilmu) yang bentuk jamaknya menjadi ulama adalah :
Innamaa yakhsyaa allaaha min ‘ibaadihi al’ulamaau inna allaaha ‘aziizun
ghofuurun | mereka adalah orang yang takut pada Allah. (Lihat al-Qur’an surah
Faathir ayat 28)
Mereka bukan orang yang mudah mengeluarkan fatwa-fatwa
tertentu berkaitan dengan hukum maupun kaidah agama sebelum mereka punya
pengetahuan pasti yang luas dari berbagai perspektifnya. Inilah orang yang
cinta maupun bencinya hanya karena Allah ta’ala. Bukan karena dibayar televisi,
bukan karena ia mencari rezeki dari jalan berfatwa maupun bertabligh apalagi
untuk mencari kekuasaan.
Lalu bagaimana dengan istilah Kyai? | Istilah ini cuma ada
di Indonesia sebagai bentuk penghormatan pada orang atau bahkan juga benda mati
yang dianggap bermartabat atau berderajat tinggi. Ya lihat saja contohnya ada
kerbau disebut Kyai, ada keris disebut Kyai. Jadi istilah Kyai bukan monopoli
makhluk hidup saja, ini bedanya dengan istilah Ulama dan lainnya diatas.
Disejumlah daerah kadang tidak digunakan istilah Kyai tapi ada yang menyebutnya
Ajengan dan ada juga menggunakan istilah Buya.
Syaikh : Ini sebutan untuk orang yang dianggap berilmu dan berakhlak baik. Biasanya sebutan ini lebih ditujukan pada orang yang berusia relatif muda.
Habib atau jamaknya Habaib : Istilah ini berarti kekasih
ataupun kecintaan. Asal katanya Hubb yang berarti ‘cinta’. Dalam bentuk
individu ia menjadi Muhibb alias ‘pencinta’, jamaknya Muhibbuun. Sedangkan
orang yang ia cintai disebutlah Mahbuub. Biasanya istilah Habib dan Habaib ini
digunakan bagi sebutan para Ahli Bait Nabi dari garis putri beliau Fatimah dan
Ali ibn Abi Thalib (baik dari jalur Sayyidina Hasan maupun Sayyidina Husain).
Ada pula yang menggunakan kata ganti gelar Habib dengan
Syarif (orang yang mulia), dan untuk perempuan disebut Syarifah. Juga ada yang
menyebutnya dengan istilah Sayyid (tuan terhormat) dimana bentuk untuk
perempuannya adalah Sayyidah.
Terakhir… bagaimana dengan istilah “Gus“? | Istilah ini
setahu saya biasanya digunakan dalam lingkup pesantren. Pasangannya jika tak
salah adalah “Ning“. Ini lebih pada sebutan bagi anaknya para kyai.
However, If your actions inspire others to dream more, learn
more, do more and become more, you are a leader, no matter whoever you are.
Semoga bermanfaat dan tidak salah memanggil ustadz sholeh mahmoed dengan kyai sholeh yaa :D